Wednesday 13 February 2019

Haji Agus Salim MenLu Ke III Indonesia Yang Fasih Berbicara Dengan 11 Bahasa

Agus Salim adalah sedikit dari orang Indonesia yang fasih berbicara dalam sembilan bahasa asing. Selain Bahasa Melayu dan Bahasa Minang yang menjadi bahasa ibunya, Salim juga menguasai Bahasa Belanda, Arab, Inggris, Jepang, Prancis, Jerman, Mandarin, Latin, Jepang dan Turki. Ia juga menguasai beberapa bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa dan Sunda.

Karena penguasaannya yang komplet, Salim beberapa kali ditugaskan pemerintah mewakili Indonesia dalam berbagai perundingan. Pada tahun 1947, ia bersama Sutan Sjahrir menjadi wakil Indonesia dalam Konferensi Inter-Asia di New Delhi. Selanjutnya Salim memimpin delegasi Indonesia ke Timur Tengah untuk memperoleh pengakuan kedaulatan. Hasilnya, Indonesia beroleh dukungan kemerdekaan dari Mesir (10 Juni 1947), Lebanon (29 Juni 1947), dan Suriah (2 Juli 1947).


Selanjutnya Agus Salim kembali mendampingi Sutan Sjahrir, dalam sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success Amerika Serikat. Dalam Perjanjian Renville, Agus Salim kembali diutus untuk berunding dengan Belanda. Kali ini ia pergi bersama Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, Ali Sastroamijoyo, Mohammad Roem, dan Ir. Djuanda.

Baca Juga : Depot Air Minum Ratu Airo Salimpaung

Meskipun seorang poliglot yang mahir banyak bahasa, namun Agus Salim justeru yang pertama kali berpidato dalam bahasa Melayu/Indonesia di sidang Dewan Rakyat (Volksraad), sehingga menggegerkan Belanda. Lawan berundingnya dari pihak Belanda mengakui, "Orangtua yang sangat pandai ini seorang jenius dalam bidang bahasa, mampu berbicara dan menulis dengan sempurna dalam paling sedikit sembilan bahasa, dan mempunyai hanya satu kelemahan, yaitu selama hidupnya melarat," demikian Prof Schermerhorn, dalam catatan hariannya, 14 Oktober 1946.

Kefasihan Salim dalam menguasai bahasa asing, dikisahkan pula oleh seorang Indonesianis George McTurnan Kahin. suatu hari ia mengundang Agus Salim dan Ngo Dinh Diem makan di ruang dosen Cornell University. Salim waktu itu sebagai pembicara tamu di Universitas tersebut, sedangkan Ngo Dinh Diem sedang mengumpulkan dukungan bagi Vietnam Selatan. Tokoh yang terkenal jago omong itu kemudian menjadi Perdana Menteri di negerinya. Kahin terperangah karena kedua tokoh itu asyik berdebat dalam bahasa Prancis. Ia lebih terperangah lagi, Agus Salim ternyata bisa membuat Diem menjadi pendengar yang baik.

Salim memang tidak pernah minder berhadapan dengan tokoh asing. Ketika mewakili Presiden Soekarno menghadiri upacara penobatan Ratu Inggris Elisabeth tahun 1953, ia agak kesal dengan suami Ratu (Pangeran Philip) yang kurang perhatian terhadap tamu asing yang datang dari negeri-negeri jauh. Agus Salim lalu menghampiri dan mengayun-ayunkan rokok kreteknya di sekitar hidung Pangeran.
"Apakah Paduka mengenali aroma rokok ini?" Dengan ragu-ragu menghirup rokok itu, Pangeran mengakui tidak mengenal aroma tersebut. Agus Salim pun dengan tersenyum, lalu berujar, "Itulah sebabnya 300 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi negeri saya." Maka suasana pun menjadi cair, Sang Pangeran mulai ramah meladeni tamunya.

Agus Salim dikenal juga sangat disiplin dalam mendidik diri dan keluarganya. Setelah anak pertama lahir, selama sekitar 18 tahun keluarganya hanya makan sayur segar tanpa daging. Padahal, dalam keluarga Minang, makan daging seperti rendang adalah santapan utama.

Baca Juga : Depot Air Minum Ratu Airo Salimpaung

Ada dua alasan yang mendorongnya melakukan hal tersebut. Pertama, seperti diceritakan anaknya, karena ia menderita ambeien, sehingga oleh dokter dianjurkan banyak makan sayur dan berpantang daging. Namun ada pula sumber lain yang mengatakan, Salim takut karena istrinya adalah saudara sepupunya sendiri, kuatir hal itu menyebabkan anak-anaknya cacat. Sebab itu perlu dilakukan diet kesehatan yang sangat ketat agar putra-putrinya yang dilahirkan juga sehat.
Kritis tapi tetap cerdas
Semasa penjajahan, ia tidak pernah ditangkap oleh Belanda. Baru setelah Indonesia merdeka ia beberapa kali diasingkan bersama dengan pemimpin nasional lainnya. Mengapa Belanda tidak menangkapnya? Salah satu kemungkinan, lantaran gaya bahasa Agus Salim yang kritis dan tajam tetapi disampaikan secara halus dan cerdas. Ia beberapa kali menjadi pengelola surat kabar dan sangat produktif menulis, baik tajuk rencana maupun artikel lainnya. Di Harian Neraca, 25 September 1917, ia menulis "dalam negeri kita, janganlah kita yang menumpang".

Setelah Indonesia merdeka, ia beberapa kali menduduki posisi Menteri Muda, kemudian Menteri Luar Negeri. Pengakuan negara-negara Arab atas kemerdekaan Indonesia tahun 1947 dapat dianggap sebagai jasa Agus Salim bersama beberapa tokoh nasional lainnya. Sebelumnya, sempat selama tiga bulan mereka mengembara di Timur Tengah dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas sebagai utusan negara yang baru merdeka.

Selain penghargaan terhadap demokrasi, Agus Salim juga sangat memperhatikan bidang hukum. Di harian Fadjar Asia, 29 November 1927 ia menulis tentang polisi dan rakyat: "sikap polisi terhadap rakyat, istimewa keganasan dan kebuasan polisi dalam memeriksa orang yang kena dakwa atau yang hanya kena sangka-sangka rupanya belum berubah-ubah. Hampir tiap hari ada pesakitan di depan landraad yang mencabut "pengakuan" di depan polisi yang lahir bukan karena betul kejadian melainkan hanya karena kekerasan siksa."

Baca Juga : Depot Air Minum Ratu Airo Salimpaung

Ratu Airo Blog adalah Jurnal tentang aktifitas kami di Salimpaung disamping juga bercerita tentang hal-hal unik yang terjadi di daerah kami. Blog ini juga berisi artikel rohani.

Back To Top